Ingin dapatkan materi dalam bentuk file?
Klik disini
Ingin dapatkan materi dalam bentuk e-book?
Klik disini
Unsur-unsur
Pembentuk Seni Teater
A. Naskah Cerita dan Skenario
Salah satu ciri teater modern
adalah digunakannya naskah cerita yang merupakan bentuk tertulis dari cerita
drama yang baru akan menjadi karya teater setelah divisualisasikan ke dalam
pementasan.
Naskah cerita pada dasarnya adalah
karya sastra dengan media bahasa kata. Mementaskan drama berdasarkan naskah
cerita berarti memindahkan karya sastra dari media bahasa kata ke media bahasa
pentas (skenario). Dalam visualisasi tersebut karya sastra kemudian berubah
esensinya menjadi karya teater. Pada saat transformasi inilah karya sastra
bersinggungan dengan komponen-komponen teater,
yaitu sutradara, pemain, dan tata artistik.
Naskah lakon (skenario)
sebagaimana karya sastra lain, pada dasarnya mempunyai struktur yang jelas,
yaitu tema, plot, setting tokoh, dan amanat. Tema (premis, central idea, goal)
merupakan rumusan sasaran yang hendak dicapai oleh seorang penulis naskah
lakon.
1. Tema
Tema dalam naskah cerita/skenario,
ada yang secara jelas dituliskan (terkonsep), ada juga yang hanya tersirat,
maksudnya tema akan dapat diketahui setelah membaca isi keseluruhan naskah.
Perumusan tema sebuah naskah
cerita/skenario bisa bersifat tunggal (hanya satu tema) dan bisa juga lebih
dari satu tema. Tema dalam sebuah penampilan drama dapat diketahui dengan
cara/melalui : konsep tema yang sudah tertera dalam naskah cerita/skenario;
membaca keseluruhan jalan cerita (membaca naskah cerita); pesan-pesan yang
diucapkan tokoh cerita (pemain drama) melalui dialog; perbuatan/lakon yang
ditunjukkan oleh tokoh cerita.
2. Plot (Alur)
Plot (alur/kerangka cerita)
mempunyai kedudukan yang sangat penting, karena ini berhubungan dengan pola
pengadeganan dalam seni teater dan merupakan dasar struktur irama keseluruhan
permainan. Plot dapat dibagi berdasarkan babak dan adegan atau berlangsung
terus tanpa pembagian. Jadi plot merupakan susunan peristiwa lakon yang terjadi
di atas panggung.
Pembagian plot dapat dibagi dalam
lima tahapan/peristiwa, yaitu :
·
Eksposisi,
adalah saat memperkenalkan dan membeberkan materi-materi yang relevan atau
memberi informasi pada penonton tentang masalah yang dialami atau konflik yang
terjadi dalam diri karakter-karakter yang ada di lakon.
·
Aksi
pendorong adalah saat memperkenalkan sumber konflik diantara karakter-karakter
atau di dalam diri seorang karakter. Bagian ini disebut tahap protoasis, yaitu
tahap permulaan yang ditandai dengan munculnya insiden awal yang merupakan
sumber konflik.
·
Krisis
adalah penjelasan yang terperinci dari perjuangan karakter-karakter atau satu
karakter untuk mengatasi konflik. Tahap ini disebut epitasio, yang mana
permasalahan sudah mulai semakin rumit dan datang bertubi-tubi. Pada tahap ini
terjadi penanjakan (rising action) sebagai tindak lanjut dari insiden awal.
Upaya mengatasi berbagai konflik sudah dilakukan berkali-kali, namun belum
membuahkan hasil.
·
Klimaks
adalah proses identifikasi atau proses pengusiran dari rasa tertekan melalui
perbuatan yang mungkin saja sifatnya jahat, atau argumentative atau melalui
cara-cara lain. Tahap ini disebut catastasis, yaitu tahap puncak dari sebuah
ketegangan. Pada tahap inilah berbagai konflik mencapai klimaks. Semua pelakon
cerita seolah-olah menemui jalan buntu, tidak bisa berbuat apa-apa.
·
Resolusi
adalah proses penempatan kembali kepada suasana baru. Bagian ini merupakan
kejadian akhir dari lakon dan terkadang memberikan jawaban atas segala
persoalan dan konflik-konflik yang terjadi. Pada bagian ini disebut tahap
catastrophe, yaitu tahap akhir/penyelesaian dari berbagai konflik. Pada tahap
ini jalan keluar sudah mulai terbuka yang sampai akhirnya segala permasalahan
dapat diatasi.
3. Setting
Setting (pengaturan) dalam naskah
drama/skenario berhubungan dengan:
a. Setting tempat, yaitu penentuan
tempat (lokasi) terjadinya peristiwa lakon (di rumah, di pasar, di hutan, dsb).
b. Setting waktu, yaitu kapan
peristiwa itu terjadi.
c. Setting latar peristiwa, yaitu apa
yang melatarbelakangi peristiwa itu terjadi. Latar peristiwa ini bisa berupa
peristiwa/kisah nyata maupun rekayasa penulis naskah.
4. Penokohan
Penokohan (menentukan tokoh
cerita) merupakan sebuah upaya untuk membedakan peran satu dengan peran yang
lain. Perbedaan-perbedaan peran ini diharapkan akan diidentifikasikan oleh
penonton. Jika proses identifikasi ini berhasil, maka perasaan penonton akan
merasa terwakili oleh perasaan peran yang diidentifikasikan tersebut. Peran
merupakan sarana utama dalam sebuah
lakon, sebab dengan adanya peran maka timbul konflik.
Konflik dapat dikembangkan oleh
penulis lakon melalui ucapan dan tingkah laku peran. Dalam teater, peran dapat
dibagi-bagi sesuai dengan motivasi-motivasi yang diberikan oleh penulis lakon.
Motivasi-motivasi peran inilah yang dapat melahirkan suatu perbuatan peran.
Macam-macam peran:
a. Peran Utama
Peran utama yaitu
peran yang menjadi pusat perhatian penonton dalam suatu kisah.
b. Peran Pembantu
Peran pembantu yaitu
peran yang tidak menjadi pusat perhatian.
c. Peran Tambahan/Figuran
Figuran yaitu peran
yang diciptakan untuk memperkuat gambar
suasana
5. Amanat
Amanat merupakan pesan yang
terkandung dalam sebuah pementasan drama yang dapat diperoleh oleh penonton.
B. Sutradara
Di Indonesia penanggung jawab
proses transformasi naskah lakon ke bentuk pemanggungan adalah sutradara yang
merupakan pimpinan utama kerja kolektif sebuah teater.
Sebagai pimpinan, sutradara selain
bertanggung jawab terhadap kelangsungan proses terciptanya pementasan juga
harus bertanggung jawab terhadap masyarakat atau penonton. Meskipun dalam
tugasnya seorang sutradara dibantu oleh stafnya (asisten sutradara) dalam
menyelesaikan tugas-tugasnya tetapi sutradara tetap merupakan penanggung jawab
utama. Untuk itu sutradara dituntut mempunyai pengetahuan yang luas agar mampu
mengarahkan pemain untuk mencapai kreativitas maksimal dan dapat mengatasi
kendala teknis yang timbul. Sebagai seorang pemimpin, sutradara harus mempunyai
pedoman yang pasti sehingga bisa mengatasi kesulitan yang timbul.
Menurut Harymawan (1993), ada
beberapa tipe sutradara dalam menjalankan tugasnya, yaitu:
·
Sutradara
konseptor. Ia menentukan pokok penafsiran dan menyampaikan konsep penafsirannya
kepada pemain. Pemain dibiarkan mengembangkan konsep itu secara kreatif. Tetapi
masih terikat kepada pokok penafsiran tersebut.
·
Sutradara
diktator. Ia mengharapkan pemain dicetak seperti dirinya sendiri, tidak ada
konsep penafsiran dua arah, ia mendambakan seni sebagai dirinya, sementara
pemain dibentuk menjadi robot-robot yang seolah buta tuli.
·
Sutradara
koordinator. Ia menempatkan diri sebagai pengarah atau polisi lalu-lintas
yang mengkoordinasikan pemain dengan
konsep pokok penafsirannya.
·
Sutradara
paternalis. Ia bertindak sebagai guru atau suhu yang tak tertandingkan dan
tidak bisa dibantah. Teater disamakannya dengan padepokan, sehingga pemain
adalah laksana murid yang harus setia kepada gurunya (sutradara).
C. Pemain
Untuk mentransformasikan naskah di
atas panggung dibutuhkan pemain yang mampu menghidupkan tokoh cerita dalam
naskah lakon menjadi sosok yang seolah nyata. Pemain adalah alat untuk
memeragakan tokoh, namun bukan sekedar alat yang harus tunduk kepada naskah.
Pemain mempunyai wewenang membuat refleksi dari naskah melalui dirinya. Agar
bisa merefleksikan tokoh menjadi sesuatu yang hidup, pemain dituntut menguasai
aspek-aspek pemeranan yang dilatihkan secara khusus, yaitu jasmani
(tubuh/fisik), rohani (jiwa/emosi), dan intelektual.
Memindahkan naskah lakon ke dalam
panggung melalui media pemain tidak sesederhana mengucapkan kata-kata yang ada
dalam naskah lakon atau sekedar memperagakan keinginan penulis naskah cerita.
Seorang pemain dituntut harus mempu menghidupkan bahasa kata (tulis) menjadi
bahasa pentas (lisan). Ia juga harus mampu memainkan peran dengan baik sesuai
dengan karakter tokoh yang tertulis dalam naskah melalui arahan dari sutradara.
D. Penonton
Tujuan akhir dari suatu pementasan
lakon adalah penonton. Respon penonton atas lakon akan menjadi suatu hal yang
menentukan keberhasilan sebuah pementasan.
Kedudukan penonton dalam
pementasan teater sangatlah penting karena tanpa penonton, maka lakon drama
yang dipentaskan akan menjadi tak berarti. Kenapa demikian? Karena penonton
merupakan penyantap utama sajian teater. Sebuah sajian, betapapun bagusnya,
betapapun menariknya, tanpa ada yang sudi menyantapnya, maka sajian tersebut
menjadi sia-sia (tidak bermanfaat). Oleh karena itu, keberadaan penonton dalam
pementasan teater perlu diperhatikan dan diperhitungkan secara cermat. Untuk
itu di dalam melakukan pementasan drama hendaknya diperhatikan/dipertimbangkan
hal-hal sebagai berikut:
1. Sajian drama hendaknya bersifat
spektakuler (hal-hal baru, sebuah gejolak yang trend di masyarakat)
2. Cerita yang disajikan aktual dan
berhubungan dengan masalah manusia dan kemanusiaan (kehidupan sehari-hari)
3. Cerita dan bentuk penyajiannya
disesuaikan dengan kemampuan daya serap masyarakat sehingga mereka dapat
memahami dan memetik nilai-nilai yang terkandung dalam pementasan tersebut.
E. Properti
Properti merupakan sebuah
perlengkapan yang diperlukan dalam pementasan drama atau film. Contohnya:
kursi, meja, robot, hiasan ruang, dekorasi, dan lain-lain.
F. Penataan
Seluruh pekerja yang terkait
dengan mendukung pementasan teater, antara lain:
1. Tata Rias
Tata rias adalah cara
mendandani pemain dalam memerankan tokoh teater agar lebih meyakinkan.
2. Tata Busana
Tata busana adalah
pengaturan pakaian pemain agar mendukung keadaan yang menghendaki. Contohnya:
pakaian sekolah lain dengan pakaian harian.
3. Tata Lampu
Tata lampu adalah
pencahayaan di panggung.
4. Tata Suara
Tata suara adalah
pengaturan pengeras suara.
5. Tata Pentas/Panggung
Tata pentas adalah
setting, komposisi properti agar efektif mendukung pentas.
No comments:
Post a Comment
Terimakasih sudah berkunjung, tinggalkan komentar yaa