Ket: Teks ini sudah dinilai dan hasilnya bisa dipertanggung jawabkan
Kilas Balik ’45 Digenggaman Tokoh-tokoh Nasionalis
Indonesia
Judul Film : Soekarno: Indonesia Merdeka
Sutradara : Hanung Bramantyo
Tanggal rilis : 11 Desember 2013
Soekarno: Indonesia Merdeka adalah sebuah film yang produksi
oleh MVP Pictures dan diadaptasi dari
cerita hidup Ir. Soekarno, salah satu proklamator kemerdekaan Indonesia
sekaligus presiden Indonesia yang
pertama. Di dalam film ini, sosok Soekarno Muda tumbuh menjadi tokoh heroik
nasionalis yang berperan penting dalam sejarah Indonesia, mulai dari masa
penjajahan Belanda & Jepang hingga akhirnya fondasi kedaulatan Republik
Indonesia mulai berdiri.
Film ini dibuka dengan cerita
seorang bocah lelaki bernama Koesno (Emir Mahira) yang sering sakit-sakitan. Ayah
Koesno yang bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo (Sujiwo Tedjo), beranggapan
bahwa keadaan ini diakibatkan karena nama anaknya yang tidak sesuai. Untuk
mengatasinya, keluarga Koesno mengadakan acara penggantian nama Koesno menjadi
Soekarno, yang diinspirasi oleh sosok Adipati Karno dalam kisah pewayangan.
Dari sana perlahan-lahan pribadi
Soekarno mulai berkembang. Sejak dia masih remaja dan berguru pada H.O.S
Cokroaminoto, pendiri sarekat islam, sampai akhirnya membacakan teks proklamasi
kemerdekaan Indonesia di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta pada tanggal 17
Agustus 1945. Tidak hanya itu, Hanung menggambarkan perjalanan kehidupan
politik Soekarno, berawal dari kehadirannya di depan podium untuk mengguncang
semangat rakyat pada usia yang masih muda, yaitu 24 tahun, kemudian liku-liku
kehidupan Soekarno berlanjut dengan kegiatan politik, yang berkali-kali membuat
Soekarno mengalami penahanan, dan pengasingan dari pemerintah kolonial dan
imperial. Film ini dibintangi oleh Ario Bayu (Soekarno), Lukman Sardi (Mohammad
Hatta), Maudy Koesnaendi (Inggit Garnasih), Tanta Ginting (Sutan Sjahrir), Tika
Bravani (Fatmawati), Sudjiwo Tedjo (Raden Soekemi Sosrodihardjo), Ayu Laksi (Ida
Ayu Nyoman Rai), dan Hamdy Salad (Ahmad Subardjo).
Keputusan penting sutradara Hanung
Bramantyo dan produser Raam Punjabi dalam memilih pemeran dalam film ini
ternyata dapat menggambarkan karakter masing-masing. Setiap pemain setidaknya
memiliki beberapa kesamaan fisik dengan tokoh aslinya. Walaupun, pada dasarnya harus
diakui, bahwa sangat sulit mencari pemain yang benar-benar identik. Emir
Contohnya, Emir Mahira yang membawa peran Soekarno Muda (Koesno), raut wajahnya
yang polos, ditambah lagi kulitnya yang berwarna kecoklatan dengan bendo erat dikepala, sungguh
mencerminkan sosok soekarno muda. Begitu juga Ario Bayu yang memiliki postur
tegap dan suara tegas seperti Soekarno, Maudy Koesnaendi yang karakter wajahnya
mirip Inggit Purwasih, atau Tika Bravani yang sekilas terlihat sangat identik
dengan Fatmawati. Tidak bisa dipungkiri, tata artistik, seperti tata rias dan
tata busana, juga dapat menambah aksen-aksen
lainnya agar terlihat lebih jelas.
Tidak hanya itu saja, dalam film ini
terdapat banyak sekali pemain figuran yang muncul dibeberapa scene. Kumpulan
massa pendukung PNI yang tak berhujung terlihat pada saat Soekarno menyampaikan
pidato-nya yang pertama. Hal itu juga terjadi pada detik-detik proklamasi dan
pada saat tentara Nippon menyerang beberapa wilayah Indonesia. Masyarakat-nya
pun, disesuaikan dengan kondisi
Indonesia sebelum proklamasi, buruh, petani, pedagang, bahkan orang-orang tua
yang dipaksa bekerja dalam romusha mengisi suasana.
Selain itu, ketelitian Hanung
menyeleksi pemain-pemain untuk dijadikan kalangan Belanda dan Jepang patut
diancungi jempol. Pemain yang dipilih merupakan keturunan asli dan setidaknya
bisa berbahasa Indonesia sesuai intonasinya sendiri. Perwujudan Laksamana Maeda
dan Jendral Nishimura merupakan contoh konkret, ia bisa mengimprovisasi gaya
bicara berbahasa Indonesia selayaknya berbahasa Jepang. Disamping itu, penggunaan
bahasa Belanda dalam tiap perdebatan tokoh nasionalis menambah ketegangan.
Bagaimana pun caranya, mengajarkan pemain untuk berbahasa Belanda tidaklah
mudah, walaupun hanya sepatah. Hal ini disebabkan karena setidaknya pemeran
harus terdengar fasih dan meyakinkan. Sekali lagi, Hanung sukses merancang
adegan menjadi sebuah film yang utuh dan padu.
Di sisi lain, penggunaan pemain yang
mementingkan keidentikannya dengan tokoh, ternyata menjebak Hanung sendiri.
Beberapa tokoh yang ditampilkan, bukannya menggugah minat penonton, malah
membuat samar tokoh itu sendiri. Perbedaan tersebut sangat terlihat pada tokoh
Moh. Hatta yang diperankan oleh Lukman Sardi, terjadi perubahan karakter Moh.
Hatta, dari tegas dan pasti menjadi sosok yang bimbang, tidak tegas, dan mudah
terpengaruh. Hal yang demikian juga terdapat pada tokoh Sutan Sjahrir yang
diperankan oleh Tanta Ginting, terjadi perubahan karakter wajah Sutan Sjahrir
sehingga terlihat terlalu berambisi dan pemarah.
Sulitnya mengatur gaya bahasa dan
kosa kata daerah tiap pemeran membuat film ini belum bisa disebut sempurna.
Beberapa aktor atau aktris yang tidak berkebangsaan asli kurang bisa
menggunakan bahasa lokal bangsa tersebut. Contohnya Fatmawati (Tika Bravani)
yang terdengar tidak fasih menggunakan bahasa daerah Bengkulu. Tidak hanya itu banyak
diantara dialog tokoh yang kadang-kadang tidak menggambarkan gaya berbicara
khas Indonesia era kemerdekaan. Sebaliknya terdapat beberapa kalimat yang
merupakan bahasa Indonesia sekarang, kebanyakan agar terdengar seperti era
sebelum proklamasi, pemeran sering menggunakan kata ‘bung’ untuk sapaan akrab.
Dapat diamati pada scene saat Soekarno dan Hatta berbincang di dalam mobil
setelah pertemuan dengan Jendral Nishimura.
Pada awal film, penonton akan
digugah jiwa patriotismenya dengan menyanyikan lagu Indonesia yang diselipkan
oleh MVP Pictures. Mengingat bahwa ini bukan sekedar film, tapi gambaran bagi
kronologi kemerdekaan negeri yang kita huni ini, Indonesia. Penonton akan
segera terdorong rasa nasionalismenya oleh adegan Soekarno yang berpidato
menggebu-gebu di depan khalayak ramai, bahasa tubuhnya, dan gaya bicaranya,
diperankan cukup baik oleh Ario Bayu. Selain itu, di tengah-tengah film disisipi
beberapa adegan yang menceritakan kisah cinta romantis anatara Soekarno dan
Fatmawati yang pada saat itu masih merupakan muridnya. Kemudian, Hanung
mengantarkan penonton pada cerita sedih Soekarno pada saat bertengkar dengan
Inggit karena ingin menikahi Fatmawati, Inggit pun cerai. Tetapi cerita cinta
mulai bersemi kembali saat Soekarno pada akhirnya menikahi Fatmawati. Adegan
tersebut setidaknya menunjukkan Soekarno sebagai manusia biasa, yang tidak
sempurna sama dengan kita.
Satu hal lagi yang membuat film ini
semakin menarik. Pada akhir film ditambahkannya video asli momen-momen saat Ir.
Soekarno masih hidup, membuat film semakin selaras. Penonton bisa membandingkan
latar dalam video asli dengan di film, sangat persis. Hal itu juga sekaligus
menambah betapa indahnya akhir kisah proklamasi Indonesia dari sudut Soekarno itu.
Tidak menutup kemungkinan akan membuat penonton terkesan dengan suara Soekarno
asli Soekarno yang lantang berpidato, dan mimik senyumnya pada akhir film.
Sekalipun merupakan film yang dapat
digolongkan sebagai film semidokumenter atau biografi, film Soekarno memberikan
kesan tersendiri dengan cerita nya yang cukup berbeda. Di tiap-tiap menit
disisipi adegan-adegan romantis dan perikemanusiaan yang mencerminkan bahwa
Soekarno bukan hanya seorang pejuang nasionalis ulung dan proklamator yang
konsisten. Tetapi juga merupakan manusia yang mempunyai jiwa dan sikap yang
sama seperti kita.
Di luar itu semua, film ini
merupakan film terbaik yang pernah dikeluarkan oleh Hanung Bramantyo dan
produser Raam Punjabi. Oleh sebab itu, film ini nampaknya wajib menjadi
tontonan sekaligus pengingat jejak sejarah, terutama bagi setiap warga
Indonesia. Film ini juga memotivasi dan menginspirasi setiap insan di tanah ibu
pertiwi ini, agar semakin mencintai tanah air dan mengikuti jejak pahlawan
nasionalis, dengan mempertahankan kedaulatan Republik Indonesia. Jadi, setidaknya
cukup layak jika anda mengeluarkan sedikit uang untuk menontonnya di bioskop. Namun,
keputusan menonton film ada di tangan anda.
No comments:
Post a Comment
Terimakasih sudah berkunjung, tinggalkan komentar yaa