Sunday, May 9, 2021

Dampak Kesehatan Tersembunyi di Balik Bencana Nuklir Fukushima Daiichi

 

TUGAS INDIVIDU DAN POPULASI II

Dampak Kesehatan Tersembunyi di Balik Bencana Nuklir Fukushima Daiichi

                                                           


Oleh:

NAMA

NIM

 

Jumlah Total Kata: 1.814 kata

 

FAKULTAS UNIVERSITAS

PROVINSI

20XX

 

 

Dampak Kesehatan Tersembunyi di Balik Bencana Nuklir Fukushima Daiichi

 

A.    Pendahuluan

Esai ini dikembangkan berdasarkan artikel berita dari situs web environmental health news, ditulis oleh James Watkins  dan dipublikasikan pada tanggal 16 April 2018. Judul orisinil artikel tersebut adalah “The Biggest Health Risk After Fukushima: Diabetes” (artikel lengkap disitasi dari: http://www.ozy.com/acumen/the-biggest-health-risk-after-fukushima-diabetes/85971). Artikel ini menceritakan bahwa masalah kesehatan yang muncul setelah 6 tahun kejadian bencana nuklir Fukushima Daiichi kebanyakan tidak berupa penyakit kanker akibat radiasi, akan tetapi diabetes. Artikel tersebut menyiratkan adanya dominansi kejadian diabetes secara tidak langsung akibat bencana tersebut dibandingkan kanker yang seharusnya menjadi dampak langsung bencana tersebut. Oleh karena itu, permasalahan yang perlu dikembangkan dalam artikel ini adalah adanya dampak langsung serta tidak langsung bencana nuklir Fukushima Daiichi terhadap kesehatan masyarakat di zona evakuasi.

Ikhtisar Gempa Bumi, Tsunami Tohoku dan Bencana Nuklir Fukushima Daiichi

Pada tanggal 11 Maret 2011 terjadi gempa bumi di lepas pantai Semenanjung Oshika, pantai timur Tohoku, Jepang. Gempa bumi tersebut berkekuatan 9,0 Mw (skala kekuatan momen) dan mengakibatkan gelombang tsunami setinggi 10 meter (BBC, 2011).  Hal ini menjadikan gempa Tohoku sebagai satu dari empat gempa terbesar di dunia (Watkins, 2018) sekaligus gempa terbesar nomor satu di Jepang (BBC, 2011). Berdasarkan laporan dari Japanese National Police Agency (JNPA), 15.269 orang dinyatakan tewas, 5.363 orang luka-luka, dan 8.526 orang dinyatakan hilang. Kerugian akibat bencana ini diperkirakan disebabkan oleh banjir, tanah longsor, kebakaran, kerusakan bangunan dan infrastruktur, serta bencana nuklir. Dari berbagai macam kerugian yang disebabkan gempa tersebut, bencana nuklir menjadi salah satu sorotan utama bagi penduduk dunia.

Salah satu pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) di Jepang, Fukushima Daiichi yang dikelola oleh The Tokyo Electric Power Company (TEPCO) berada pada jalur tsunami sebagai kelanjutan dari gempa Tohoku. Tsunami tersebut mengakibatkan kerusakan pada sistem pendingin reaktor nuklir sehingga terjadi pelepasan material radioaktif ke lingkungan sekitarnya (Ohira dan Takahashi, 2016). Oleh karena itu, sejumlah 140.000 penduduk yang berada dalam radius 12 mil (20 kilometer) dari PLTN tersebut terpaksa dievakuasi karena dikhawatirkan dapat terkena paparan radiasi tersebut. Disamping itu, seluruh PLTN di Jepang untuk sementara berhenti dioperasikan. Hal ini berhasil memasukkan insiden Fukushima Daiichi sebagai bencana nuklir paling berarti kedua setelah Cernobyl dengan kategori tingkat 7 berdasarkan Skala Kejadian Nuklir Internasional (International Nuclear and Radiological Event Scale; INES) yang dikeluarkan oleh Badan Tenaga Atom Internasional (International Atomic Energy Agency; IAEA) (Reuters, 2011).

 

B.    Analisis dan Dampak dari Masalah

Setelah tujuh tahun dari peristiwa tersebut, dampak kesehatan yang terjadi pada penduduk Fukushima ternyata jauh berbeda dari apa yang ditakutkan setiap orang: penurunan angka harapan hidup masyarakat akibat bencana nuklir Fukushima 6 kali lipat lebih banyak dipengaruhi oleh meningkatnya kejadian diabetes dibandingkan dengan kanker oleh paparan radiasi. Sedangkan pada populasi tua, perbandingan pengaruh diabetes dan kanker pada angka harapan hidup meningkat menjadi 33 kali lipatnya (Murakami, Tsubokura dan Oikawa, 2017).

Pernyataan tersebut didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Murakami, Tsubokura dan Oikawa pada September 2017. Penelitian tersebut menggunakan data check up kesehatan masyarakat 6 tahun terakhir dari penduduk dua kota terdekat dari lokasi kejadian, Minamisoma dan  Soma. Penelitian tersebut mengungkap adanya penurunan angka harapan hidup dengan jumlah yang sangat sedikit, yaitu 0,04 tahun akibat diabetes dan 0,007 tahun akibat radiasi. Meskipun jumlah tersebut dapat dipandang rendah, akan tetapi selisih yang cukup jauh antara keduanya menjadi landasan peneliti untuk menyimpulkan fakta bahwa efek negatif akibat radiasi terhitung kecil (Murakami, Tsubokura dan Oikawa, 2017).

Namun sebaliknya, penelitian meta analisis yang dilakukan oleh U. N. Agency of Dozens of Studies menemukan tidak adanya efek kesehatan yang serius akibat paparan radiasi bencana nuklir Fukushima Daiichi serta masalah tersebut kedepannya diperkirakan tidak akan muncul (Watkins, 2018).

Meskipun, fakta-fakta di atas terkesan bertolak belakang, kedua pernyataan diatas dapat dibenarkan karena lebih lanjut dijelaskan bahwa masalah-masalah kesehatan yang timbul akibat bencana nuklir Fukushima Daiichi merupakan dampak tidak langsung dari bencana tersebut (Watkins, 2018). Selanjutnya disini akan dipaparkan rincian  masalah kesehatan tidak langsung dan langsung bencana nuklir Fukushima Daiichi secara satu-persatu.

Masalah Kesehatan Tidak Langsung

Masalah-masalah kesehatan tidak langsung ini sebenarnya berawal dari masalah utama (yaitu bencana nuklir Fukushima Daiichi) yang mengakibatkan disrupsi sosial akibat proses evakuasi.  Disrupsi sosial ini kemudian mengarah pada masalah kesehatan sekunder berupa peningkatan laju dan keparahan penyakit seperti diabetes, tekanan darah tinggi, obesitas dan depresi. Hal ini juga menjelaskan mengapa masalah-masalah kesehatan tersebut tertutupi dengan masalah akibat gangguan gaya hidup lain di populasi umum. Ditambah lagi aspek sosial sangat memperngaruhi kesehatan manusia dalam hubungan antara kesehatan fisik dengan mental  (Watkins, 2018).

Sebagai contoh, populasi kota Minamisoma turun dari 70.000 jiwa menjadi 8.000 jiwa akibat bencana tersebut, dan baru kembali menjadi lebih dari 50.000 setelah masa pemulihan. Sayangnya, korban bencana yang masih tersisa kebanyakan berasal dari penduduk golongan tua yang terpisah dari keluarga, kehilangan pekerjaan dan gangguan komunitas sehingga mengarah pada menyebarnya isolasi sosial. Selain itu, kebanyakan pengungsi masih tinggal di pemukiman sementara. (Watkins, 2018) Penelitian lainnya menyatakan bahwa melakukan evakuasi paksa darurat dinilai lebih berbahaya pada populasi rentan seperti golongan tua, terlebih lagi kondisi seperti suhu dingin, tidak adekuatnya akomodasi serta akses makanan dan obat yang masih tidak jelas. Hal tersebut diperkuat dengan kenyataan bahwa 25% dari penduduk usia tua meninggal dalam jangka waktu 90 hari sejak evakuasi (Watkins, 2018).

Adanya dampak tidak langsung terhadap kesehatan tersbut juga didukung oleh penelitian yang dilakukan Yabe dkk tahun 2014. Penelitian tersebut didasarkan pada survey kesehatan mental dan gaya hidup. Tujuannya adalah untuk memfasilitasi pelayanan adekuat bagi penduduk yang berisiko tinggi memunculkan masalah kesehatan mental setelah kecelakaan tersebut. Responden ditargetkan pada penduduk di wilayah evakuasi diantara lain: kota Hirono, Naraha, Tomioka, Desa Kawauchi, Kota Okuma, Futaba, Namie, Desa Katsurao, Kota Minamisoma, Tamura, Dsitrik Yamakiya dari Kota Kawamata dan Desa Iitate. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa gempa bumi, tsunami, diikuti dengan bencana nuklir menyebabkan distres psikologis pada penduduk Fukushima. Distres psikologis tersebut berupa masalah kesehatan mental berat, gejala traumatik termasuk masalah traumatik berat, serta penyakit mental berat pada populasi anak (Yabe et al, 2014). 

Walaupun pada hakikatnya kebanyakan studi memfokuskan pada dampak bencana nuklir Fukushima Daiichi terhadap penduduk sekitarnya, bencana tersebut juga sebenarnya memberikan pengaruh terhadap warga Jepang pada umumnya. Penelitian yang dipublikasi Takebayashii dkk tahun 2017 mengungkapkan bahwa terdapat juga kecemasan terhadap radiasi diantar penduduk yang tinggal Jepang setelah kecelakan tahun 2011 tersebut. Walaupun dari tahun 2012 hingga 2015 tingkat kecemasan terhadap radiasi ini cenderung mengalami penurunan. Kecemasan diduga disebabkan oleh faktor demografis, stressor terkait bencana, informasi terpercaya, dan variabel lain terkait radiasi. Sedangkan, efek dari kecemasan ini berupa distres berat sampai keinginan untuk berhenti berkerja atau tidak pulang ke rumah (Takebayashi et al, 2017).

Dampak pada kesehatan mental anak-anak yang berada di zona evakuasi juga terlihat. Dipaparkan oleh Itagaki dkk tahun 2017 bahwa keterbatasan anak-anak dalam beraktivitas di luar ruangan meningkatkan risiko anak-anak untuk memiliki permasalahan mental. Pemaparan tersebut menunjukkan bahwa kebiasaan anak-anak dalam bermain memengaruhi keadaan psikis mereka dan bahwa bencana nuklir Fukushima Daiichi telah memberikan dampak tidak langsung pada aspek tersebut (Itagaki et al,  2017).

Masalah Kesehatan Langsung

Kebanyakan penelitian-penelitian yang mengikuti atau menjadi bagian dari Fukushima Health Management Survey menunjukkan dampak radiasi eksternal terhadap kesehatan masyarakat sekitar Fukushima terhitung kecil. Anggapan tersebut didasarkan oleh statement-statement berikut:

Pertama, suatu penelitian membandingkan prevalensi kanker tiroid pada anak usia ≤18 tahun selama 4 tahun pertama sejak kejadian dan dilakukan pada tiga wilayah yang dikelompokkan berdasarkan dosis radiasi eksternalnya. Ketiga wilayah yang dimaksud antara lain: area dengan dosis tertinggi, area dosis menengah dan area dosis terendah. Hasilnya didapatkan bahwa prevalensi kejadian kanker tiroid pada anak selama 4 tahun terakhir di area dengan dosis tertinggi sebesar 48/100.000, area dosis menengah 36/100.000, dan 41/100.000 untuk area dengan dosis terendah. Dengan data tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara paparan dosis eksternal radiasi tersebut dengan prevalensi kanker tiroid pada anak di wilayah tersebut (Ohira dan Takahashi, 2016).

Kedua, penelitian yang dipublikasi oleh Yasuda dkk tahun 2017 juga menunjukan hasil yang sama. Penelitian tersebut membandingkan prevalensi bayi lahir kecil untuk masa kehamilan (small for gestational age biasa disingkat SGA) pada populasi ibu yang sedang hamil di waktu kejadian, antara area Hamadori dan area di luar Hamadori. Hamadori merupakan wilayah pesisir pantai yang dekat dengan lokasi kejadian. Akan tetapi, data hasil penelitian tersebut menunjukkan baik itu area maupun trimester kehamilan saat bencana nuklir terjadi tidak memengaruhi kejadian dari SGA. Sehingga disimpulkan bahwa gempa bumi Tohoku begitu juga bencana nuklir Fukushima Daiichi tidak meningkatkan insidens SGA pada wilayah Fukushima (Yasuda et al, 2017)

  

C.    Populasi Terdampak

Para pengungsi dari wilayah Fukushima, populasi ini terdiri dari berbagai kelompok umur, dan dengan kondisi terpaksa untuk pindah tempat tinggal, merubah gaya hidup, makanan, olahraga, dan kebiasaan pribadi lainnya. Ada juga yang terpaksa mengubah pekerjaan mereka, dan beberapa tidak menerima pemeriksaan kesehatan adekuat dan cemas atas kondisi kesehatan mereka (Yasumura et al, 2017).

 

D.    Pihak yang Bertanggung Jawab

The Tokyo Electric Power Company (TEPCO) dikarenakan institusi tersebut yang bertanggung jawab untuk mengelola pembangkit listrik tenaga nuklir di Jepang. TEPCO dianggap gagal memenuhi persyaratan keselamatan dasar seperti penilaian risiko, persiapan akan kerusakan bangunan dan pengembangan rencana evakuasi. TEPCO telah berusaha membuat dinding es beku untuk mencegah bercampurnya air tanah dengan kontaminan radioaktif, akan tetapi cara tersebut ternyata gagal. Selain itu, dikatakan bahwa proses pembersihan sisa radioaktif dari bencana nuklir tersebut akan bisa selesai setelah 40 tahun.

 

 

 

E.    Solusi Potensial dan Key Stakeholder yang Terlibat

Perbaikan Kesehatan Mental dan Fisik

Solusi yang diberikan untuk memperbaiki tingkat kesehatan mental masyarakat adalah dengan terus melakukan pengawasan atas kesehatan mental dengan melakukan survey berkelanjutan. Selain itu diperlukan juga program pelayanan kesehatan mental (mental care program) untuk meningkatkan kesehatan masyarakat akibat bencana tersebut.

Mental Health Support team telah dibentuknya atas dasar kekhawatiran terhadap masalah kesehatan mental yang melanda pengungsi. Tim ini terdiri dari psikolog, perawat kesehatan masyarakat (public health nurses) dan profesional lainnya. Mereka menyediakan dukungan via telefon bagi masyarakat yang membutuhkan konseling atau bantuan untuk masalah kesehatan mental atau pun masalah gaya hidup (Yasumura, et al, 2017).

Sejak onset terjadinya bencana, pemerintah Perfektur Fukushima telah mengadakan survey penanganan kesehatan Fukushima (Fukushima Health Management Survey), yang dilakukan oleh Universitas Kedokteran Fukushima (Fukushima Medical University) (Yasumura, et al, 2017). Kegiatan ini penulis nilai efektif untuk mempertahankan kondisi kesehatan mental karena kegiatan survey diikuti dengan pengecekan kesehatan rutin, dan dengan adanya kegiatan ini, masyarakat pengungsi akan merasa lebih diperhatikan oleh pemerintah.

Perbaikan Kondisi Perumahan

Faktor pemicu seperti korban yang harus hidup terpisah dan berulang-ulang kali pindah perumahan, merupakan hal yang penting untuk dipertimbangkan, oleh sebab itu perlunya dibangun perumahan tetap bagi pengungsi.

Dinas Tata Ruang pemerintah Jepang juga seharusnya menyediakan ruang bermain yang cukup untuk anak-anak di wilayah pengungsian. Tujuannya agar perkembangan mental anak-anak tidak terganggu akibat adanya batasan dalam bergerak. Selain itu, pentingnya juga diadakan program olahraga rutin untuk anak-anak di wilayah pengungsian agar setidaknya membantu meningkatkan kondisi psikologis anak-anak tersebut (Itagaki, et al, 2017).

 

F.    Hambatan dalam Implementasi

-         Keterbatasan biaya untuk melaksanakan program-program seperti pemeriksaan kesehatan, olahraga anak-anak, pembangunan sarana seperti tempat bermain anak-anak, serta untuk melakukan penelitian berkelanjutan yang tentunya memerlukan dana yang tidak sedikit.

-         Dukungan politik dari pemerintah Jepang, dikarenakan pemulihan akibat bencana nuklir ini tidak dapat dilakukan dalam waktu sebentar, tentunya sangat dibutuhkan adanya sokongan berbagai kegiatan oleh pemerintahan Jepang.

 

G.    Kesimpulan

Dampak kesehatan dari bencana nuklir Fukushima Daiici tidak dapat dianggap sebagai suatu kejadian tunggal sederhana, akan tetapi perlu dipertimbangkan sebagai suatu kejadian yang memiliki dampak sangat kompleks. Hal ini disebabkan masalah kesehatan yang  paling mencolok merupakan dampak tidak langsung dari kejadian tersebut. Tidak adanya dampak langsung radiasi berupa kanker tiroid, bayi lahir kecil terhadap kehamilan tidak membuat pemerintah Jepang lega, disebabkan beban kesehatan yang timbul berupa peningkatan jumlah dan keparahan penyakit diabetes, tekanan darah, tinggi, obesitas, disertai penyakit jiwa seperti depresi dan kecemasan pada lansia dan anak-anak justru muncul secara tidak langsung akibat proses evakuasi dan perubahan gaya hidup masyarakat di area pengungsian tersebut. Tentunya sangat diperlukan peranan dari pemegang kekuasaan, TEPCO dan profesi dari berbagai bidang (dokter, psikolog, arsitek) dalam membantu mengatasi permasalahan kesehatan terselubung bencana nuklir Fukushima Daiichi.

 

 

 

Referensi

 

BBC, 2011. Japan Earthquake: Tsunami hits north east. BBC News, [online] 11 Maret. Available at: <http://www.bbc.com/news/world-asia-pacific-12709598> [Accessed 19 Juni 2018]

Watkins, J., 2018. The biggest health risk after fukushima: diabetes. The Daily Dose, [online] 16 April. Available at: <http://www.ozy.com/acumen/the-biggest-health-risk-after-fukushima-diabetes/85971> [Accessed 19 Juni 2018]

Reuters, T., 2011. Analysis: A month on, Japan nuclear crisis still scarring. International Bussiness Times [online] 9 April. Available at: <http://www.ibtimes.co.in/articles/132391/20110409/japan-nuclear-crisis-radiation.htm> [Accessed 19 Juni 2018]

Murakami, M., Tsubokura, M., dan Oikawa, T., 2017. Additional risk of diabetes exceeds the increased risk of cancer caused by radiation exposure after Fukushima disaster, Public Library of Science, [online] Available at: <http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5619752/> [Accessed 19 Juni 2018]

Ohira, T. and Takahashi, H., 2016. Comparison of childhood thyroid cancer prevalence among 3 areas based on external radiation dose after the Fukushima Daiichi nuclear power plant accident, The Fukushima health management survey, [online]. Available at: <http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5008539/> [Accessed 20 Juni 2018]

Yasuda, S., et al, 2017. Influense of the Great East Japan Earthquake and the Fukushima Daiichi nuclear disaster on the birth weight of newborns in Fukushima Prefecture: Fukushima Health Management Survey, The Journal of Maternal-Fetal & Neonatal Medicine, [online], Abstract only. Available at: <http://www.ncbi.nlm.nih.gov/m/pubmed/27718768/> [Accessed 20 Juni 2018]

Yabe, H., et al, 2014. Psychological distress after the Great East Japan Earthquake and Fukushima Daiichi Nuclear Power Plant accident: results of a mental health and lifestyle survey through the Fukushima Health Management Survey in FY2011 and FY 2012, Fukushima Journal of Medical Science, [online], Abstract only. Available at: <http://www.ncbi.nlm.nih.gov/m/pubmed/25030715/> [Accessed 20 Juni 2018]

Takebayashi, Y., et al, 2017. Risk Perception and Anxiety Regarding Radiation after the 2011 Fukushima Nuclear Power Plant Accident: A Systematic Qualitative Review, International Journal of Environmental Research and Public Health, [online], Abstract only. Available at: <http://www.ncbi.nlm.nih.gov/m/pubmed/29077045/> [Accessed 20 Juni 2018]

Yasumura, S., et al, 2017. Fukushima Health Management Survey and Related Issues, Asia Pacific Journal of Public Health, [online], Abstract only. Available at: <http://www.ncbi.nlm.nih.gov/m/pubmed/28330397/> [Accessed 20 Juni 2018]

Itagaki, S., et al, 2017. Exercise Habits Are Important for the Mental Health of Children in Fukushima After the Fukushima Daiichi Disaster: The Fukushima Health Management Survey, Asia Pacific Journal of Public Health, [pdf]. Available at: <http://www.ncbi.nlm.nih.gov/m/pubmed/28330393/> [Accessed 20 Juni 2018]

No comments:

Post a Comment

Terimakasih sudah berkunjung, tinggalkan komentar yaa