Selenium sebagai Antioksidan Tubuh

 Selenium merupakan salah satu jenis mineral yang diperlukan tubuh dalam jumlah yang sedikit namun memiliki peranan yang tidak dapat diremehkan. Selenium diserap dengan baik dengan 50-90% selenium yang dikonsumsi akan di serap oleh usus halus. Terdapat dua bentuk selenium di tubuh. Pertama, bentuk simpanan selenium yang disebut selenometionin dan kedua adalah bentuk aktif selenium yang disebut selenosistein. Selenosistein merupakan komponen penting dari suatu enzim yang disebut glutation peroksidase yang memecah peroksida sehingga tidak membentuk radikal bebas. Selenium bersama vitamin E bekerja menghindari kerusakan oksidatif terhadap lemak dan menurunkan kerusakan dinding sel. Selain itu, selenium diperlukan dalam produksi hormon tiroksin sama seperti vitamin C. Oleh sebab itu, secara tidak langsung selenium berperan mempertahankan metabolisme basal dan temperatur tubuh. Selenium juga diketahui berperan dalam fungsi kekebalan tubuh.

Rekomendasi kebutuhan harian dari selenium adalah 55 mikrogram per hari dengan maksimal 400 mikrogram per hari. Selenium dapat ditemukan dalam jumlah yang beranekaragam dalam produk hewan dan tumbuhan. Produk hewan biasanya mengandung jumlah selenium yang konsisten. Jeroan seperti hati dan ginjal begitu juga seafood adalah makanan yang kaya akan selenium. Sedangkan produk tumbuhan mengandung selenium yang bervariasi, tergantung dimana tanaman itu tumbuh, contohnya tumbuhan yang berasal dari provinsi Keshan di China miskin akan selenium.

Keracunan selenium jarang didapatkan akibat konsumsi berlebih dari makanan, namun dapat ditemukan pada penggunaan suplemen. Gejalanya seperti rambut dan kuku rapuh, ruam, mual, muntah dan lemah.

Kekurangan Selenium dapat muncul sebagai penyakit Keshan yang menyerang jantung (sesuai dengan nama provinsi tempat penyakit ini ditemukan). Selain itu dikenal penyakit Kashin-Beck yang menyerang tulang rawan (kartilago) sehingga terjadi  peradangan sendi (artritis).